Dalam KUHAP tidak terdapat
ketentuan atau pasal-pasal yang mengatur tentang bentuk dan susunan surat
dakwaan, sehingga dalam praktik penuntutan masing-masing penuntut umum dalam
menyusun surat dakwaan pada umumnya sangat dipengaruhi oleh strategi dan rasa
seni sesuai dengan pengalaman praktik masing-masing. Dalam praktik, proses
penuntutan dikenal beberapa bentuk surat dakwaan, antara lain sebagai berikut
(Kuffal 2003:225):
1.Dakwaan Tunggal
Dakwaannya hanya
satu/tunggal dan tindak pidana yang digunakan apabila berdasarkan hasil
penelitian terhadap materi perkara hanya satu tindak pidana saja yang dapat
didakwakan. Dalam dakwaan ini, terdakwa hanya dikenai satu perbuatan saja,
tanpa diikuti dengan dakwaan-dakwaan lain. Dalam menyusun surat dakwaan
tersebut tidak terdapat kemungkinan-kemungkinan alternatif, atau kemungkinan
untuk merumuskan tindak pidana lain sebagai penggantinya, maupun kemungkinan
untuk mengkumulasikan atau mengkombinasikan tindak pidana dalam surat dakwaan.
Penyusunan surat dakwaan ini dapat dikatakan sederhana, yaitu sederhana dalam
perumusannya dan sederhana pula dalam pembuktian dan penerapan hukumnya.
2.Dakwaan
Alternatif
Dalam bentuk dakwaan
demikian, maka dakwaan tersusun dari beberapa tindak pidana yang didakwakan
antara tindak pidana yang satu dengan tindak pidana yang lain bersifat saling
mengecualikan. Dalam dakwaan ini, terdakwa secara faktual didakwakan lebih dari
satu tindak pidana, tetapi pada hakikatnya ia hanya didakwa satu tindak pidana
saja. Biasanya dalam penulisannya menggunakan kata “atau”. Dasar pertimbangan
penggunaan dakwaan alternatif adalah karena penuntut umum belum yakin benar
tentang kualifikasi atau pasal yang tepat untuk diterapkan pada tindak pidana
tersebut, maka untuk memperkecil peluang lolosnya terdakwa dari dakwaan
digunakanlah bentuk dakwaan alternatif. Biasanya dakwaan demikian, dipergunakan
dalam hal antara kualifikasi tindak pidana yang satu dengan kualifikasi tindak
pidana yang lain menunjukkan corak/ciri yang sama atau hampir bersamaan,
misalnya:pencurian atau penadahan, penipuan atau penggelapan, pembunuhan atau
penganiayaan yang mengakibatkan mati dan sebagainya. Jaksa menggunakan kata
sambung “atau”.
3.Dakwaan
Subsidiair
Bentuk dakwaan ini dipergunakan
apabila suatu akibat yang ditimbulkan oleh suatu tindak pidana menyentuh atau
menyinggung beberapa ketentuan pidana. Keadaan demikian dapat menimbulkan
keraguan pada penunutut umum, baik mengenai kualifikasi tindak pidananya maupun
mengenai pasal yang dilanggarnya. Dalam dakwaan ini, terdakwa didakwakan satu
tindak pidana saja. Oleh karena itu, penuntut umum memilih untuk menyusun
dakwaan yang berbentuk subsider, dimana tindak pidana yang diancam dengan
pidana pokok terberat ditempatkan pada lapisan atas dan tindak pidana yang
diancam dengan pidana yang lebih ringan ditempatkan di bawahnya. Konsekuensi
pembuktiannya, jika satu dakwaan telah terbukti, maka dakwaan selebihnya tidak
perlu dibuktikan lagi. Biasanya menggunakan istilah primer, subsidiair dan
seterusnya. Meskipun dalam dakwaan tersebut terdapat beberapa tindak pidana,
tetapi yang dibuktikan hanya salah satu saja dari tindak pidana yang didakwakan
itu.
4.Dakwaan
Kumulatif
Bentuk dakwaan ini
dipergunakan dalam hal menghadapi seorang yang melakukan beberapa tindak pidana
atau beberapa orang yang melakukan satu tindak pidana. Dalam dakwaan ini,
terdakwa didakwakan beberapa tindak pidana sekaligus. Biasanya dakwaan akan
disusun menjadi dakwaan satu, dakwaan dua dan seterusnya. Jadi, dakwaan ini dipergunakan
dalam hal terjadinya kumulasi, baik kumulasi perbuatan maupun kumulasi
pelakunya. Jaksa menerapkan dua pasal sekaligus dengan menerapkan kata sambung
“dan”.
5.Dakwaan
Campuran/Kombinasi
Bentuk dakwaan ini
merupakan gabungan antara bentuk kumulatif dengan dakwaan alternatif ataupun
dakwaan subsidiair. Ada dua perbuatan, jaksa ragu-ragu mengenai perbuatan
tersebut dilakukan. Biasanya dakwaan ini digunakan dalam perkara narkotika.